JUNAEDI PENGAWAS PENDAIS
Selasa, 22 Oktober 2013
Kamis, 10 Oktober 2013
MENUNGGU KESIAPAN KURIKULUM 2013
MENUNGGU KESIAPAN KURIKULUM 2013
Oleh
Achmad Junaedi
Kurikulum 2006 memang sudah berjalan selama 6
tahun. Makanya jika ada keinginan untuk mengubah atau merekonstruksi kurikulum
tentu bukanlah sebagai sesuatu yang aneh. Perubahan kurikulum adalah sesuatu
yang sangat lazim di negara manapun. Makanya kalau di negara kita juga terdapat
keinginan untuk merekonstruksi kurikulum tentunya bukanlah kejadian yang
aneh.
Sejak negara Republik Indonesia berdiri, tercatat pergantian
atau perubahan kurikulum sekolah-sekolah terjadi pada tahun 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1999, 2006, dan 2013. Usia kurikulum paling pendek ialah dari
tahun 1964 yang diganti tahun 1968, hanya empat tahun. Yang paling lama ialah
Kurikulum 1952 yang diganti tahun 1964, umurnya 12 tahun. Pergantian kurikulum
yang relatif sering itu mencuatkan kesan, “Ganti menteri ganti kurikulum, ganti
buku.”
Ada gelitik yang menarik dari pengalaman saya ketika dalam
suatu perjalanan pulang dari pembukaan Porseni tingkat SD/MI di suatu kecamatan
di Kota Lumajang, saya beserta teman duduk di tepi jalan, pada saat itu saya
melihat ada beberapa anak berseragam SD pulang sekolah, pada saat itu jam menunjukkan pukul 09,10,
karena rasa penasaran saya tanya anak itu “lho koq sudah pulang? Jawab anak itu
iya pak saya pulang setiap hari pukul 09.00 karena saya masih kelas satu kata
anak itu”, saya dan teman terkejut juga dengan jawaban anak itu, karena saat
ini tahun 2013 akan diberlakukan kurikulum 2013, koq masih ada sekolah yang
menerapkan kurikulum sewaktu saya masih sekolah di tingkat SD sekitar tahun
1970, saya jadi bergurau dengan teman, biarpun kurikulum berganti tetap saja
mereka belajar dengan waktu sesingkat itu.Melihat fakta tersebut akankah
kurikulum tetap berganti-ganti?
Setiap pergantian kurikulum, nyaris tidak pernah ada
keterangan mengapa kurikulum perlu diganti. Setidaknya alasan itu dibicarakan
di kalangan pejabat pengambil keputusan di Kementerian Pendidikan. Namun,
alasan itu tidak pernah mengemuka, sehingga masyarakat luas, terutama orang tua
murid yang secara langsung mendapat beban tambahan akibat perubahan kurikulum
tidak mengetahuinya. Bahkan, ironisnya, para anggota DPR juga tidak pernah
terdengar ada yang mempertanyakan mengapa kurikulum diganti dan kemana arah
masa depan anak didik atau hari depan bangsa ini akan dibawa.
Hakikat
perubahan kurikulum 2013 adalah pada penajaman kurikulum 2006 tentang kurikulum
berbasis kompetensi atau disingkat KBK. Yang berbeda hanyalah pendekatannya
saja yang disebut sebagai pendekatan tematik integratif. Di dalam pendekatan
baru ini, maka mata pelajaran itu akan diintegrasikan berdasarkan tema-temanya.
Disebut sebagai tematik sebab yang ditonjolkan di dalam kurikulum ini adalah
tema-tema yang akan dibahas di dalam setiap minggunya. Misalnya satu tema
tentang “diri sendiri: jujur, tertib dan bersih” akan di atas selama empat
Minggu. Baik yang terkait dengan mata pelajaran matematika, mata pelajaran
PPKN, mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan serta mata pelajaran seni, budaya dan desain.
Dari sisi ingin merumuskan integrasi antar mata pelajaran, saya kira tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Artinya, bahwa memang melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan diperoleh pengetahuan yang komprehensif di dalam memandang masalah secara tematik. Hanya saja saya pernah protes tentang pendekatan tematik integratif yang tidak memasukkan unsur mata pelajaran agama di dalamnya. Setelah ditelisik, ternyata bahwa mata pelajaran agama diberikan otoritas untuk diselenggarakan secara mandiri mengingat bahwa problem agama memang lebih rumit dibandingkan yang lain. Pemberian otoritas kepada mata pelajaran agama didasari oleh kompleksnya aspek teologis, ritual dan aspek doktrinal dan normatif yang memang tidak bisa diintegrasikan.
Sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan kami sungguh merasakan bahwa melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan didapati satuan-satuan kurikulum yang tidak bertumpu pada mata pelajaran tetapi pada tema yang diajarkan atau dipelajari. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi kompetensi inti dan kompetensi dasarnya, sehingga akan didapati perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang secara gradasi akan bertambah. Pertambahan tersebut tidak pada kompetensi intinya, akan tetapi pada kompetensi dasar dan indikator-indikatornya. Misalnya, untuk kompetensi inti pada mata pelajaran agama, “menerima dan menjalankan ajaran agamanya”, maka pada kompetensi dasarnya yang semakin meningkat secara gradual. Demikian pula pada indikator-indikatornya.
Dilihat dari keinginan untuk merumuskan pendekatan tematik integratif, maka kami menyatakan apresiasi sebab ada keinginan untuk mengembangkan kurikulum yang berbasis pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang utuh tanpa keinginan untuk meniadakan mata
Pelajaran yang memang harus ada. Setiap tema tentu akan dapat di atas dari berbagai sudut pandang mata pelajaran. Akan tetapi tentu lalu ada tema-tema yang hanya bisa didekati dengan beberapa mata pelajaran dan tidak semua mata pelajaran. Di dalam konteks ini, maka tentu tidak bisa dipaksakan bahwa setiap mata pelajaran harus terintegratif. Dilihat dari konteks ini, maka pendekatan tematik integratif juga masih membuka peluang untuk terjadinya peluang berbeda.
Namun demikian, yang menjadi kerisauan adalah ketika beberapa mata pelajaran harus dihapuskan, seperti IPA dan IPS yang harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran lain secara integratif tersebut. Bagi saya memasukkannya mata pelajaran IPA ke dalam bahasa Indonesia atau mata pelajaran lain tentu akan tetap mengandung kelemahan. IPA, terutama adalah mata pelajaran yang sangat penting di dalam membangun kemampuan penguasaan sains baik di masa sekarang maupun masa Depan. Makanya, ketika ada keinginan untuk menghapuskan mata pelajaran ini, maka ada sejumlah keberatan terutama dari ahli di bidang sains.
Ada sejumlah kritikan bahwa dengan menghapus IPA dan memasukkannya ke dalam mata pelajaran lain, maka akan menghilangkan esensi IPA yang memang harus diajarkan secara optimal. Berdasarkan pengamatan para ahli bahwa dengan menghilangkan IPA di dalam mata pelajaran dan memasukkannya di dalam mata pelajaran bahasa, maka akan terdapat kerumitan untuk menjelaskan konsep-konsep dasar IPA yang memang harus diajarkan tersendiri.
Bolehlah dengan dalih pendekatan integratif maka mata pelajaran IPA juga akan terkena hukum itu, akan tetapi satu hal yang penting adalah bahwa esensi IPA sebagai mata pelajaran tidak bisa direduksi dengan dalih pendekatan tematik integratif. Bolehlah misalnya ketika berbicara tentang “tema keluarga”, maka di situ ada matematikanya, ada biologi nya, ada ilmu sosialnya dan sebagainya, akan tetapi penjelasan tentang konsep IPA tentu harus memperoleh ruang yang memadai.
Dengan demikian, perubahan kurikulum ini tentunya harus disambut dengan gembira, akan tetapi kita juga tetap harus memberikan ruang untuk mendiskusikan secara tuntas terutama yang menyangkut esensi struktur kurikulum, agar generasi yang akan datang tidak menyalahkan kita bahwa kelemahan kemampuan IPA kita menjadi rendah karena keinginan untuk menerapkan pendekatan integratif yang sesungguhnya sangat baik tersebut
Dari sisi ingin merumuskan integrasi antar mata pelajaran, saya kira tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Artinya, bahwa memang melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan diperoleh pengetahuan yang komprehensif di dalam memandang masalah secara tematik. Hanya saja saya pernah protes tentang pendekatan tematik integratif yang tidak memasukkan unsur mata pelajaran agama di dalamnya. Setelah ditelisik, ternyata bahwa mata pelajaran agama diberikan otoritas untuk diselenggarakan secara mandiri mengingat bahwa problem agama memang lebih rumit dibandingkan yang lain. Pemberian otoritas kepada mata pelajaran agama didasari oleh kompleksnya aspek teologis, ritual dan aspek doktrinal dan normatif yang memang tidak bisa diintegrasikan.
Sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan kami sungguh merasakan bahwa melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan didapati satuan-satuan kurikulum yang tidak bertumpu pada mata pelajaran tetapi pada tema yang diajarkan atau dipelajari. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi kompetensi inti dan kompetensi dasarnya, sehingga akan didapati perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang secara gradasi akan bertambah. Pertambahan tersebut tidak pada kompetensi intinya, akan tetapi pada kompetensi dasar dan indikator-indikatornya. Misalnya, untuk kompetensi inti pada mata pelajaran agama, “menerima dan menjalankan ajaran agamanya”, maka pada kompetensi dasarnya yang semakin meningkat secara gradual. Demikian pula pada indikator-indikatornya.
Dilihat dari keinginan untuk merumuskan pendekatan tematik integratif, maka kami menyatakan apresiasi sebab ada keinginan untuk mengembangkan kurikulum yang berbasis pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang utuh tanpa keinginan untuk meniadakan mata
Pelajaran yang memang harus ada. Setiap tema tentu akan dapat di atas dari berbagai sudut pandang mata pelajaran. Akan tetapi tentu lalu ada tema-tema yang hanya bisa didekati dengan beberapa mata pelajaran dan tidak semua mata pelajaran. Di dalam konteks ini, maka tentu tidak bisa dipaksakan bahwa setiap mata pelajaran harus terintegratif. Dilihat dari konteks ini, maka pendekatan tematik integratif juga masih membuka peluang untuk terjadinya peluang berbeda.
Namun demikian, yang menjadi kerisauan adalah ketika beberapa mata pelajaran harus dihapuskan, seperti IPA dan IPS yang harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran lain secara integratif tersebut. Bagi saya memasukkannya mata pelajaran IPA ke dalam bahasa Indonesia atau mata pelajaran lain tentu akan tetap mengandung kelemahan. IPA, terutama adalah mata pelajaran yang sangat penting di dalam membangun kemampuan penguasaan sains baik di masa sekarang maupun masa Depan. Makanya, ketika ada keinginan untuk menghapuskan mata pelajaran ini, maka ada sejumlah keberatan terutama dari ahli di bidang sains.
Ada sejumlah kritikan bahwa dengan menghapus IPA dan memasukkannya ke dalam mata pelajaran lain, maka akan menghilangkan esensi IPA yang memang harus diajarkan secara optimal. Berdasarkan pengamatan para ahli bahwa dengan menghilangkan IPA di dalam mata pelajaran dan memasukkannya di dalam mata pelajaran bahasa, maka akan terdapat kerumitan untuk menjelaskan konsep-konsep dasar IPA yang memang harus diajarkan tersendiri.
Bolehlah dengan dalih pendekatan integratif maka mata pelajaran IPA juga akan terkena hukum itu, akan tetapi satu hal yang penting adalah bahwa esensi IPA sebagai mata pelajaran tidak bisa direduksi dengan dalih pendekatan tematik integratif. Bolehlah misalnya ketika berbicara tentang “tema keluarga”, maka di situ ada matematikanya, ada biologi nya, ada ilmu sosialnya dan sebagainya, akan tetapi penjelasan tentang konsep IPA tentu harus memperoleh ruang yang memadai.
Dengan demikian, perubahan kurikulum ini tentunya harus disambut dengan gembira, akan tetapi kita juga tetap harus memberikan ruang untuk mendiskusikan secara tuntas terutama yang menyangkut esensi struktur kurikulum, agar generasi yang akan datang tidak menyalahkan kita bahwa kelemahan kemampuan IPA kita menjadi rendah karena keinginan untuk menerapkan pendekatan integratif yang sesungguhnya sangat baik tersebut
Kurikulum
baru yang akan menggantikan kurikulum lama diyakini lebih baik, namun Kurikulum
2013 yang akan menggantikan kurikulum 2006 belum diuji cobakan agar masyarakat
dapat memberikan masukan. Sementara, guru-guru yang akan melaksanakan kurikulum
2013 itu masih akan dilatih dulu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kurikulum
2013 sepertinya hanya coba-coba saja terhadap jutaan siswa-siswa sekolah di
negeri ini.
Sangat memprihatinkan, kenyataan tersebut menunjukkan bahwa
para ahli yang menjadi pejabat berwenang pengambil keputusan dalam bidang
pendidikan, tidak pernah memikirkan anak didik. Semua yang dikedepankan hanya
keinginan sendiri atau pendapat sendiri sesuai asumsi atau pendapat yang
dimilikinya.
Kurikulum 2013 yang dibangga-banggakan, akan berapa tahun
umurnya? Melihat persiapan yang serba terburu-buru, boleh jadi beberapa tahun
ke depan akan ada kurikulum baru yang menggantikannya.
Belum lagi
kalau kita menyimak dari akibat yang di timbulkan dari pemberlakuan kurikulum
2013 akan ada dampak bagi nasib guru-guru yang mengajar Tehnik Informatika,
akan dikemanakan mereka, bagaimana nasib Tunjangan profesi mereka ketika mereka
tidak lagi dapat mengajar 24 jam mengajar sebagai prasyarat untuk mendapat
tunjangan sertifikasi?. Memang mereka akan di beri tugas kepada mapel yang
terdekat, tetapi hal itu tidak semudah membalik tangan, apalagi jika dikaitkan
derngan keberagaman sumberdaya, intake dan klompleksitas mapel yang akan di
pegang oleh guru TI tersebut. Demikian halnya dampak yang terjadi pada guru-guru
kelas di tingkat dasar yang akan kekurangan jam mengajar sebagai dampak dari
dihapuskan (diintegrasikan) mapel IPA dan IPS, padahal sekarang ini terjadi
overload guru di seluruh tingkatan, ini akan membuat pusing dalam pembagian
tugas mengajar, sebagai dampak struktur
kurikulum baru tersebut.
Satu sisi
nilai plus dari kurikulum 2013 adalah penajaman dari authentic assessment,
sehingga siswa dapat di value dengan tepat akan kemampuan mereka, tidak seperti
halnya yang dilakukan selama ini siswa hanya dinilai dari sisi kognitif saja,
walaupun ada ranah psikomotor dan afektif, tetapi pada kenyataannya di lapangan
guru lebih banyak menilai siswa dari sisi kognitif saja dan sampai saat ini
masih terjadi, bahkan yang saya amati penilaian kognitif ini menjadi satu-satunya
system penilaian yang dilakukan oleh kebanyakan guru.
Belum lagi
kalau kita membahas kesiapan dari guru dalam hal melaksanakan authentic
Assesment, pastilah kemampuan mereka beragam hal ini disebabkan beberapa factor
antara lain, LPTK tempat nereka menimba ilmu tidak menyampaikannya, pembinaan
guru terkait dengan authentic assessment tidak merata, sarana prasarana tidak
tersedia atau pendanaan yang kurang tersedia. Jika permasalahan-permasalahan di
atas belum juga teratasi, saya khawatir pelaksanaan kurikulum 2013 akan lewat
seperti angin lalu saja, dan akan bernasib sama dengan kurikulum sebelumnya
seperti halnya pengalaman penulis pada suatu Kecamatan di atas.
Sabtu, 23 Februari 2013
rayuan iblis
JURUS BARU IBLIS
MENGGODA LEWAT SAJADAH
oleh
Achmad Junaedi
Pada suatu hari menjelang ibadah Jum’at serombongan iblis datang lebih awal ke masjid
masuk melalui segala penjuru arah, seketika di dalam masjid rombongan iblis
berubah dengan berbagai bentuk benda-benda yang ada di dalam masjid. Menjelang
waktu dzuhur masuk orang-orang mulai berdatangan untuk menunaikan ibadah
Jum’at. Sebagian besar jamaah datang dengan niat ikhlas mencari ridlo Allah SWT
dan sebagian lagi datang dengan terpaksa karena menjalankan kewajiban, serta
sebagian lagi datang dengan niat yang tidak karena Allah. Secara kebetulan
iblis Melihat ada dua orang datang bersamaan,
seorang hamba yang ikhlas mencari ridlo Allah dengan membawa sajadah kecil dan seorang lagi hamba
yang tidak ikhlas datang dengan membawa
sajadah besar. Secara kebetulan dua hamba ini duduk di shaf berdampingan dan
keduanya segera membentangkan sajadah mereka masing-masing untuk melaksanakan
sholat tahiyatul masjid, sampai detik itu iblis belum beraksi untuk menggoda
mereka
Dan ketika sholat Jum’at dimulai
maka semua jamaah merapatkan shofnya, secara kebetulan pula dua hamba tadi maju
ke shof depannya yang masih kosong dan lagi-lagi pula mereka tetap
berdampingan, sejurus kemudian hamba yang membawa sajadah besar telah lebih
dulu membentangkan sajadah besarnya sampai melewati setengah hadapan hamba yang
membawa sajadah kecil. Dan akhirnya
hamba yang membawa sajadah kecil terpaksa membentangkan sajadah kecilnya
menumpang sedikit ke hamba yang membawa sajadah besar, Maka saat itulah iblis
bersiap menjalankan aksinya untuk menggoda keduanya.
Pada roka’at pertama ketika Imam
membaca surat Al fatihah dan satu surat hati kedua hamba ini masih khusuk
menjalankan sholatnya, tetapi ketika sudah rukuk hamba yang membawa sajadah
besar mulai terusik melihat sajadah besarnya tertutup oleh sajadah kecil, maka
saat itulah iblis masuk dalam otaknya untuk memerintahkan hamba itu agar
menyisihkan sajadah kecil supaya sajadah besarnya tetap terlihat, dan aksi itu
dilakukan saat menjelang sujud pertama dan berhasilah dia menyisihkan sajadah
kecil tersebut.
Melihat Sajadah kecilnya
disisihkan hamba tadi sontak terkejut, dan berpikir koq ada orang sholat sambil
menyisihkan sajadah, maka disaat berpikir seperti itulah iblis merasuk dalam
pikirannya, karena hamba tersebut telah tidak khusuk dalam sholatnya. Maka
iblispun bersorak gembira karena dua orang tersebut telah tidak khusuk, tetapi
bukan iblis namanya kalau membiarkan keduanya kembali dalam sholat khusuk,
jadilah iblis bergantian membisikan kepada hamba pembawa sajadah kecil untuk
menyisihkan sajadah besar agar terlihat kembali dan aksi tersebut berhasil
dilakukan saat sujud kedua di roka’at
pertama.
Pada Roka’at kedua hamba yang
membawa sajadah besar menjadi geram dan berpikir siapa sih orang sebelah ini
koq, berani-beraninya menyisihkan sajadah besarnya ?, sebaliknya hamba yang
membawa sajadah kecil berpikir pula koq. Ada orang sombong karena merasa bisa
membawa sajadah besar dia sudah arogan, padahal dia sengaja membawa sajadah
kecil agar sesame jamaah bisa merapatkan shof, dia memang tidak membawa sajadah
besar padahal dia juga sudah punya sajadah besar yang lebih bagus darinya dan
sajadah itu lebih berharga karena berasal dari pemberian bapak Presiden ketika
dia mendapat perhargaan sebagai orang berjasa sesutau terhadap Negara.
Walhasil sepanjang roka’at kedua dua hamba tadi berkecamuk
dengan pikirannya masing-masing , tetapi iblis laknatulaah tidak berhenti begitu saja untuk menggoda
keduanya dengan pikiran-pikiran su’udzhun dihati mereka masing-masing. Hingga
akhirnya mereka tidak menyadari sampai ketika imam mengucapkan salam dengan lantang, maka
saat itulah keduanya terkejut dan baru menyadari kalau sholat jum’at sudah usai.
Maka rusaklah sudah sholat keduanya, dan
iblispun puas dengan hasil kerjanya
PENDIDIKAN HOLISTIK
PENDIDIKAN HOLISTIK SEBAGAI SUATU HARAPAN
PERBAIKAN KARAKTER BANGSA
Oleh :
Achmad Junaedi
Akhir-akhir
ini sekarang kita sering berfikir karena serapan informasi dari
berbagai sumber informasi yang menyuguhkan adanya fenomena keterpurukan bangsa dalam hampir seluruh segi kehidupan bangsa
ini, kita menyaksikan semakin
terpuruknya karakter bangsa ini yang dilakukan oleh hampir seluruh komponen
anak bangsa, tidak hanya kita melihat semakin brutal dan vulgarnya kenakalan
remaja yang melakukan perbuatan yang terkait dengan hancurnya moral bangsa,
mulai dari penggunaan narkoba, seks bebas, tawuran pelajar, pornografi dan
pornoaksi, serta info terakhir kita dikejutkan dengan berita pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang remaja belasan tahun kepada sahabatnya sendiri hanya
gara-gara persoalan sepele, yaitu rebutan cewek ,yang sebenarnya bukan waktunya
mereka secara financial dan mental mereka perebutkan.
Jika
kita mengiventaris bahasa keterpurukan bangsa ini barangkali juga kita sudah
terbiasa dengan istilah kenakalan remaja, tetapi saat ini kita juga harus mulai membiasakan diri untuk mendengar
istilah kenakalan orang tua, bahkan dua istilah ini sekarang telah menjadi
suatu kelaziman ditelinga kita. Kenakalan orang tua ini sebenrnya lebih dahsyat
dari kenakalan remaja, sebab kenakalan orang tua ini jika dibandingkan dengan
kenakalan remaja lebih besar dampaknya, betapa tidak para orang tua yang nakal
ini di topang financial yang mapan dan terkadang melibatkan kekuasaan yang
melekat pada mereka, dan jika di tinjau dari segi negative maka dampaknya lebih
besar dan masiv terhadap kerusakan bangsa. Betapa tidak orang tua rata-rata
memiliki penghasilan yang mapan untuk melakukan perbuatan nakalnya, secara
structural para orang tua nakal ini sebagian melekat pada dirinya memiliki
kekuasaan untuk melakukan tindakan penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme
karena mereka rata rata telah memiliki kemapanan dan jika mereka pejabat maka jabatan-jabatan
strategis dapat mendukung atas kenakalannya. Belum lagi kenakalan mereka dalam segi
perselingkuhan, mereka lebih hebat lagi
dalam urusan maksiat karena mereka didukung budget yang cukup untuk
melakukannya. Kenakalan orang tua ini terkadang didukung dengan argumentasi
yang mengadopsi dari pikiran-pikiran liberal, argumentasi mereka ini secara
sadar atau tidak dapat diterima dan menjadi suatu cara pola pikir yang diterima
dan malah sekarang ini telah menjadi lifestyle kebanyakan orang, bahkan
masyarakat kita telah toleran terhadap penyimpangan pikiran pikiran ini.
Apalagi
sekarang ini kita sering menggunakan pola berpikir mencari kambing hitam dari
penyebab keterpurukan karakter bangsa ini. Kita sering mengkambing hitamkan
umur bangsa kita yang masih muda, sehingga kita bersikap wajar-wajar saja kalau kita disebut Negara berkembang (
baca miskin) dan kita tetap bangga dengan
status itu, sebetulnya perbedaan umur suatu negara tidak dapat dijadikan
alasan untuk menentukan maju dan tidaknya suatu bangsa, atau dengan kata lain umur
suatu bangsa dijadikan alasan untuk menentukan kaya atau miskinnya suatu bangsa.
Kita dapat melihat sejarah dari bangsa bangsa lain, seperti Mesir, India dan Thailand, tiga
negara ini jika dilihat dari usia
negaranya ketiganya berusia lebih dari dua ribu tahun, tiga negara tersebut
juga adalah negara yang dimasa imperialism tidak mengalami penjajahan wilayah
secara utuh, tetapi negara negara tersebut belum bisa disebut negara maju atau
negara kaya. Jika dibandingkan dengan
Australia, Singapura dan New Zealand mereka adalah negara-negara yang usianya
kurang dari seratus tahun, tetapi saat ini mereka termasuk dalam negara-negara
maju dan penduduknya kaya.
Sebaliknya
jika dilihat dari sumber daya alam (SDA)
negara kita dikenal memiliki SDA yang melimpah sehingga disebut dengan jamrud
katulistiwa, Ratna mutu manikam , gemah ripa loh jinawi, dan sederet sebutan
manis dan membanggakan kita sebagai manusia yang dilahirkan di negara ini,
tetapi kita adalah negara miskin dan sebagian besar penduduknya miskin.
Sebetulnya
kita malu dengan saudara tua kita jepang, secara geografis 80% adalah pegunungan yang tidak menopang untuk
pertanian dan peternakan, tetapi jepang mengimpor hasil pertanian dan
peternakan serta bahan baku dari hampir semua negara , kemudian diolah dan
dijadikan barang jadi yang memiliki nilai tambah tinggi dari bahan mentahnya,
dan saat ini Jepang adalah Negara industri yang maju dan kaya. Dengan minimnya
SDA yang dimilikinya teratasi dengan SDM yang bagus, sehingga
mereka menjadi Negara Industri maju dan diperhitungkan dalam menetukan ekonomi
dunia.
Swiss
Negara kecil di Eropa yang wilayah tidak lebih besar dari satu Kabupaten di
pulau jawa, apalagi jika dibandingkan dengan luas satu kabupaten di luar Jawa
dan wilayah swiss hanya 11% yang dapat digunakan untuk pertanian selebihnya
adalah pegunungan yang dingin dan tertutup es, tetapi saat ini Swiss memiliki
produk pertanian yang sangat kita kenal yaitu Merk Nestle, bahkan merk ini memproduksi
hasil olahan dari pertanian dan peternakan multi varian yang ada di hampir
semua dapur-dapur kita tanpa ada merk lain yang mampu menandinginya. Perbankan
Swiss sangat diminati oleh nasabah-nasabah dari luar negeri Swiss, bahkan para
koruptor kita sangat percaya dengan Bank-bank Swiss sehingga mereka melarikan
dananya disana. Padahal Swiss adalah Negara Eropa yang hampir tidak memiliki
Angkatan bersenjata karena sedikitnya jumlah personil tentaranya, tetapi Bank
di swiss terkenal dengan keamanannya. Rahasianya adalah seluruh warga Negara
Swiss adalah tentara, semua warga negara wajib untuk mengikuti Wajib Militer
(Wamil) sehingga di dada mereka selalu terjaga untuk bela Negara.
Apalagi
jika kita menyalahkan ras, warna kulit dan keturunan sebagai penyebab kemiskinan kita, pada
kenyataannya di Eropa Imigran-imigran dari Asia dan Afrika adalah orang-orang
yang sukses, pelajar pelajar dan
mahasiswa-mahasiswa kita di Eropa dan Amerika mereka adalah termasuk sukses
belajar di sana, bahkan kita telah sering mendengar bahwa pelajar-pelajar kita
sukses meraih yang terbaik dalam berbagai event seperti olimpiade sains, fisika
dan matematika serta robomatika di tingkat
Internasional.
Dari
suatu survey yang telah di lakukan terhadap para eksekutif di Negara maju dan
Negara berkembang menunjukkan suatu kesimpulan yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan antara intelegensi para eksekutif Negara Negara maju
dengan Negara-negara miskin, artinya tidak perbedaan dalam hal kemampuan
berbisnis mereka dalam menjalankan usahanya. Yang menyebabkan perbedaan dalam
kemajuan bisnis mereka adalah regulasi peraturan perdagangan dan usaha yang ada
di Negara Negara miskin, dalam berbisnis mereka tidak leluasa bergerak karena
tidak jelasnya regulasi perdagangan dan kurangnya proteksi dari pemerintahan,
lebih lebih lagi banyaknya pungli yang ikut membebani, sehingga menuntut mereka
dengan ekonomi biaya tinggi, hal ini akan berakibat pada lemahnya daya saing
produk barang dan jasa, yang akhirnya menjadi bagian dari cost biaya
produksi.
Lalu
apakah yang menjadi perbedaan kita dengan mereka, kita yang termasuk Negara
miskin dengan mereka yang termasuk Negara kaya ?. Ternyata perbedaan itu
terletak pada Attitude (sikap dan perilaku). Attitude sebenarnya dapat dibangun
melalui Budaya dan pendidikan, dengan
proses yang panjang terprogram dengan melibatkan seluruh komponen bangsa tanpa
terkecuali. Hasil data survey tentang attitude sehari hari masyarakat di negara negara maju dapat disimpulkan bahwa
mereka mayoritas memiliki prinsip prinsip dasar kehidupan yang terdiri dari
sikap sikap positif seperti :
1.
Beretika tinggi, (contoh kecil di jerman
orang tidak boleh bersendawa di depan umum karena itu melanggar hukum)
2.
Jujur dan berintegritas
3.
Bekerja keras
4.
Bertanggung jawab atas pekerjaannya
5.
Menghormati hak orang lain/warga lain
6.
Tepat waktu/menghargai waktu
7.
Mencintai pekerjaannya.
8.
Taat pada aturan hukum dan norma
masyarakat
9.
Suka menabung dan berinvestasi
Sikap mengikuti prinsip kehidupan di
atas mayoritas di lakukan oleh masyarakat di sana, sedangkan yang melanggar
atau tidak melakukan prinsip kehidupan seperti di atas adalah minoritas dari
masyarakat, sehingga yang minoritas itu tenggelam oleh mayoritas masyarakat
yang melakukan prinsip kehidupannya. Coba kita bandingkan dengan masyarakat di
Negara kita tercinta ini, adalah suatu hal yang antagonis, mayoritas masyarakat
kita adalah attitudenya rendah, buruk dan sangat berbeda dengan prinsip prinsip
kehidupan , sedangkan masyarakat yang attitudenya sesuai dengan prinsip kehidupan
adalah minoritas dan akhirnya tenggelam oleh masyarakat yang amburadul, bahkan
kalau ada orang yang berusaha teguh menjalankan prinsip kehidupan malah mereka
di pandang sebagai orang aneh, dan kalau perlu dicibir dan dikucilkan bahkan
ditindas serta di buang dari komunitasnya. Maka untuk memperbaikinya tidak ada
jalan lain melalui budaya dan pendidikan, tetapi pertanyaannya adalah budaya
dan pendidikan yang bagaimana ?
Dalam Rakernas Majelis Dikdasmen di
Depok pada bulan Juni 2011 lalu Muhammadiyah menggagas pendidikan Holistik
sebagai satu alternative jawaban terhadap problematika pendidikan di Indonesia.
Pendidikan Holistik adalah model pendidikan yang memperbaiki secara
bersama-sama dari komponen pendidikan
yang terdiri dari Kurikulum, siswa dan Guru sebagai satu kesatuan terhadap
perbaikan system pendidikan, tidak ada dari tiga komponen Pendidikan diatas
yang lebih diutamakan tetapi semua adalah utama dan tidak ada yang di nomor
duakan. Jika diilustrasikan sebagai lingkaran komponen pendidikan holistic seperti
di bawah ini.
Sebenarnya konsep pendidikan Holistik
ini dahulu oleh KH. Ahmad Dahlan selaku Pendiri Muhammadiyah telah ada dan telah dikonsep sebagai
pemikiran beliau terhadap pola
dakwah yang diamalkan melalui pendidikan diniyah pada awal
perjuangannya, konsep pendidikan holistic beliau adalah sebagai berikut :
Menghasilkan santri yang memiliki sifat
:
1.
Baik
budi alim dalam agama
2.
Luas
pandangan alim dalam ilmu-ilmu dunia
3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat
Oleh Amir Hamzah Wirjosukarto (1968) pemikiran
konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan dirumuskan
dalam tiga kata : individualiteit, moraliteit dan sosialiteit.
Pendidikan
Holistik yang digagas Muhammadiyah diharapkan memiliki kompetensi lulusan
sebagai berikut :
1. Individualiteit : individu-individu yang seimbang antara
kepentingan dunia dan kepentingan akhirat.
2.
Sosialiteit
: yang menghidupkan dan menggembirakan semangat ta’awun (tolong menonlong).
3.
Moraliteit
: pandangan baik dan buruk membangun etos yang membawa kepada Islam
berkemajuan
Rakernas
Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Tahun 2011 mempertegas, filosofi Sekolah Unggul Muhammadiyah dengan menggariskan visi
Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah. Visi
tersebut terdapat dalam tiga kata kunci, yakni
Kualitas, Kemandirian dan Ciri Khas. Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam rumusan kurikulum
dengan komptensi Lima Kualitas Out-Put. Lima
Kualitas Out-Put dijabarkan ke dalam
butir-butir : (A). Kualitas Keislaman, (B). Kualitas Keindonesiaan, (C).
Kualitas Keilmuan, (D). Kualitas Kebahasaan, dan (E). Kualitas Keterampilan.
A. Kualitas Keislaman yang dimaksud adalah Tertib ibadah dan Fasih membaca al-Qur’an dengan target hafal Al-Qur’an :
- SD/MI : Juz ‘Amma
- SMP/MTS : Juz ‘Amma dan Juz Tabarak( Juz 29)
- SMA/SMK/MA : Juz ‘Amma, Juz Tabarak dan Juz Qad Sami’a (Juz 25 /Juz yang membahas Hak hak Wanita )
B. Kualitas Keindonesiaan
yang dimaksud
adalah bangga sebagai bangsa Indonesia dan Terampil menjadi anggota paskibra, dengan target capaian :
·
Menunjukkan kebiasaan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar
·
Menunjukkan kebiasaan bekerja sama dengan teman dan anggota
masyarakat dalam kegiatan bersama.
·
Menunjukkan kebiasaan menghargai berbagai perbedaan
yang terdapat dalam masyarakat.
·
Aktif dalam kepanduan Hizbul Watan/Pramuka
C. Kualitas Keilmuan
yang dimaksud
adalah :
·
Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi, sesuai dengan perkembangan peserta didik.
·
Mempunyai nilai raport untuk mata pelajaran
Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggeris dan Bahasa Arab minimal 7
·
Siswa mempunyai kesiapan untuk menghadapi Ujian
Akhir Nasional dan Ujian Seleksi Mahasiwa Baru.
D. Kualitas Kebahasaan
yang dimaksud
adalah:
·
Menguasai 900 kosa kata Inggris dan Arab yang
berkaitan dengan keperluan sehari-hari, untuk tingkat SD/MI.
·
Menguasai 1800 kosa kata kata Inggeris dan
Arab serta mampu mempergunakannya dalam percakapan sehari-hari untuk tingkat
SMP/MTs.
·
Menguasai 2700 kosa kata Inggeris dan Arab serta
kemampuan memperguanakannya dalam bahasa lisan dan tulisan untuk tingkat SMA/MA
E. Kualitas Keterampilan
yang dimaksud
adalah:
·
Mahir menggunakan komputer dan mengakses informasi
dari komputer (Internet).
·
Menunjukkan sikap sportif dan santun yang dibangun
melalui kegiatan olah raga dan seni.
Pendidikan
holistic ini diharapkan dapat menjadi nafas kehidupan dalam penyelenggaraan
pendidikan di seluruh lembaga pendidikan muhammadiyah. Semoga Amiin.
Langganan:
Postingan (Atom)