Kamis, 10 Oktober 2013

MENUNGGU KESIAPAN KURIKULUM 2013



MENUNGGU KESIAPAN  KURIKULUM 2013
Oleh
Achmad Junaedi
 Kurikulum 2006 memang sudah berjalan selama 6 tahun. Makanya jika ada keinginan untuk mengubah atau merekonstruksi kurikulum tentu bukanlah sebagai sesuatu yang aneh. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang sangat lazim di negara manapun. Makanya kalau di negara kita juga terdapat keinginan untuk merekonstruksi kurikulum tentunya bukanlah kejadian yang aneh. 
Sejak negara Republik Indonesia berdiri, tercatat pergantian atau perubahan kurikulum sekolah-sekolah terjadi pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1999, 2006, dan 2013. Usia kurikulum paling pendek ialah dari tahun 1964 yang diganti tahun 1968, hanya empat tahun. Yang paling lama ialah Kurikulum 1952 yang diganti tahun 1964, umurnya 12 tahun. Pergantian kurikulum yang relatif sering itu mencuatkan kesan, “Ganti menteri ganti kurikulum, ganti buku.” 
Ada gelitik yang menarik dari pengalaman saya ketika dalam suatu perjalanan pulang dari pembukaan Porseni tingkat SD/MI di suatu kecamatan di Kota Lumajang, saya beserta teman duduk di tepi jalan, pada saat itu saya melihat ada beberapa anak berseragam SD pulang sekolah,  pada saat itu jam menunjukkan pukul 09,10, karena rasa penasaran saya tanya anak itu “lho koq sudah pulang? Jawab anak itu iya pak saya pulang setiap hari pukul 09.00 karena saya masih kelas satu kata anak itu”, saya dan teman terkejut juga dengan jawaban anak itu, karena saat ini tahun 2013 akan diberlakukan kurikulum 2013, koq masih ada sekolah yang menerapkan kurikulum sewaktu saya masih sekolah di tingkat SD sekitar tahun 1970, saya jadi bergurau dengan teman, biarpun kurikulum berganti tetap saja mereka belajar dengan waktu sesingkat itu.Melihat fakta tersebut akankah kurikulum tetap berganti-ganti?
Setiap pergantian kurikulum, nyaris tidak pernah ada keterangan mengapa kurikulum perlu diganti. Setidaknya alasan itu dibicarakan di kalangan pejabat pengambil keputusan di Kementerian Pendidikan. Namun, alasan itu tidak pernah mengemuka, sehingga masyarakat luas, terutama orang tua murid yang secara langsung mendapat beban tambahan akibat perubahan kurikulum tidak mengetahuinya. Bahkan, ironisnya, para anggota DPR juga tidak pernah terdengar ada yang mempertanyakan mengapa kurikulum diganti dan kemana arah masa depan anak didik atau hari depan bangsa ini akan dibawa. 
Hakikat perubahan kurikulum 2013 adalah pada penajaman kurikulum 2006 tentang kurikulum berbasis kompetensi atau disingkat KBK. Yang berbeda hanyalah pendekatannya saja yang disebut sebagai pendekatan tematik integratif. Di dalam pendekatan baru ini, maka mata pelajaran itu akan diintegrasikan berdasarkan tema-temanya. Disebut sebagai tematik sebab yang ditonjolkan di dalam kurikulum ini adalah tema-tema yang akan dibahas di dalam setiap minggunya. Misalnya satu tema tentang “diri sendiri: jujur, tertib dan bersih” akan di atas selama empat Minggu. Baik yang terkait dengan mata pelajaran matematika, mata pelajaran PPKN, mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan serta mata pelajaran seni, budaya dan desain.            
             Dari sisi ingin merumuskan integrasi antar mata pelajaran, saya kira tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Artinya, bahwa memang melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan diperoleh pengetahuan yang komprehensif di dalam memandang masalah secara tematik. Hanya saja saya pernah protes tentang pendekatan tematik integratif yang tidak memasukkan unsur mata pelajaran agama di dalamnya. Setelah ditelisik, ternyata bahwa mata pelajaran agama diberikan otoritas untuk diselenggarakan secara mandiri mengingat bahwa problem agama memang lebih rumit dibandingkan yang lain. Pemberian otoritas kepada mata pelajaran agama didasari oleh kompleksnya aspek teologis, ritual dan aspek doktrinal dan normatif yang memang tidak bisa diintegrasikan.      
            Sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan kami sungguh merasakan bahwa melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan didapati satuan-satuan kurikulum yang tidak bertumpu pada mata pelajaran tetapi pada tema yang diajarkan atau dipelajari. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi kompetensi inti dan kompetensi dasarnya, sehingga akan didapati perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang secara gradasi akan bertambah. Pertambahan tersebut tidak pada kompetensi intinya, akan tetapi pada kompetensi dasar dan indikator-indikatornya. Misalnya, untuk kompetensi inti pada mata pelajaran agama, “menerima dan menjalankan ajaran agamanya”, maka pada kompetensi dasarnya yang semakin meningkat secara gradual. Demikian pula pada indikator-indikatornya.  
             Dilihat dari keinginan untuk merumuskan pendekatan tematik integratif, maka kami menyatakan apresiasi sebab ada keinginan untuk mengembangkan kurikulum yang berbasis pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang utuh tanpa keinginan untuk meniadakan mata
Pelajaran yang memang harus ada. Setiap tema tentu akan dapat di atas dari berbagai sudut pandang mata pelajaran. Akan tetapi tentu lalu ada tema-tema yang hanya bisa didekati dengan beberapa mata pelajaran dan tidak semua mata pelajaran. Di dalam konteks ini, maka tentu tidak bisa dipaksakan bahwa setiap mata pelajaran harus terintegratif. Dilihat dari konteks ini, maka pendekatan tematik integratif juga masih membuka peluang untuk terjadinya peluang berbeda.
Namun demikian, yang menjadi kerisauan adalah ketika beberapa mata pelajaran harus dihapuskan, seperti IPA dan IPS yang harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran lain secara integratif tersebut. Bagi saya memasukkannya mata pelajaran IPA ke dalam bahasa Indonesia atau mata pelajaran lain tentu akan tetap mengandung kelemahan. IPA, terutama adalah mata pelajaran yang sangat penting di dalam membangun kemampuan penguasaan sains baik di masa sekarang maupun masa Depan. Makanya, ketika ada keinginan untuk menghapuskan mata pelajaran ini, maka ada sejumlah keberatan terutama dari ahli di bidang sains.
Ada sejumlah kritikan bahwa dengan menghapus IPA dan memasukkannya ke dalam mata pelajaran lain, maka akan menghilangkan esensi IPA yang memang harus diajarkan secara optimal. Berdasarkan pengamatan para ahli bahwa dengan menghilangkan IPA di dalam mata pelajaran dan memasukkannya di dalam mata pelajaran bahasa, maka akan terdapat kerumitan untuk menjelaskan konsep-konsep dasar IPA yang memang harus diajarkan tersendiri.
Bolehlah dengan dalih pendekatan integratif maka mata pelajaran IPA juga akan terkena hukum itu, akan tetapi satu hal yang penting adalah bahwa esensi IPA sebagai mata pelajaran tidak bisa direduksi dengan dalih pendekatan tematik integratif. Bolehlah misalnya ketika berbicara tentang “tema keluarga”, maka di situ ada matematikanya, ada biologi nya, ada ilmu sosialnya dan sebagainya, akan tetapi penjelasan tentang konsep IPA tentu harus memperoleh ruang yang memadai.
            Dengan demikian, perubahan kurikulum ini tentunya harus disambut dengan gembira, akan tetapi kita juga tetap harus memberikan ruang untuk mendiskusikan secara tuntas terutama yang menyangkut esensi struktur kurikulum, agar generasi yang akan datang tidak menyalahkan kita bahwa kelemahan kemampuan IPA kita menjadi rendah karena keinginan untuk menerapkan pendekatan integratif yang sesungguhnya sangat baik tersebut
            Kurikulum baru yang akan menggantikan kurikulum lama diyakini lebih baik, namun Kurikulum 2013 yang akan menggantikan kurikulum 2006 belum diuji cobakan agar masyarakat dapat memberikan masukan. Sementara, guru-guru yang akan melaksanakan kurikulum 2013 itu masih akan dilatih dulu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kurikulum 2013 sepertinya hanya coba-coba saja terhadap jutaan siswa-siswa sekolah di negeri ini. 
Sangat memprihatinkan, kenyataan tersebut menunjukkan bahwa para ahli yang menjadi pejabat berwenang pengambil keputusan dalam bidang pendidikan, tidak pernah memikirkan anak didik. Semua yang dikedepankan hanya keinginan sendiri atau pendapat sendiri sesuai asumsi atau pendapat yang dimilikinya. 
Kurikulum 2013 yang dibangga-banggakan, akan berapa tahun umurnya? Melihat persiapan yang serba terburu-buru, boleh jadi beberapa tahun ke depan akan ada kurikulum baru yang menggantikannya.
            Belum lagi kalau kita menyimak dari akibat yang di timbulkan dari pemberlakuan kurikulum 2013 akan ada dampak bagi nasib guru-guru yang mengajar Tehnik Informatika, akan dikemanakan mereka, bagaimana nasib Tunjangan profesi mereka ketika mereka tidak lagi dapat mengajar 24 jam mengajar sebagai prasyarat untuk mendapat tunjangan sertifikasi?. Memang mereka akan di beri tugas kepada mapel yang terdekat, tetapi hal itu tidak semudah membalik tangan, apalagi jika dikaitkan derngan keberagaman sumberdaya, intake dan klompleksitas mapel yang akan di pegang oleh guru TI tersebut. Demikian halnya dampak yang terjadi pada guru-guru kelas di tingkat dasar yang akan kekurangan jam mengajar sebagai dampak dari dihapuskan (diintegrasikan) mapel IPA dan IPS, padahal sekarang ini terjadi overload guru di seluruh tingkatan, ini akan membuat pusing dalam pembagian tugas mengajar, sebagai dampak  struktur kurikulum baru tersebut.
            Satu sisi nilai plus dari kurikulum 2013 adalah penajaman dari authentic assessment, sehingga siswa dapat di value dengan tepat akan kemampuan mereka, tidak seperti halnya yang dilakukan selama ini siswa hanya dinilai dari sisi kognitif saja, walaupun ada ranah psikomotor dan afektif, tetapi pada kenyataannya di lapangan guru lebih banyak menilai siswa dari sisi kognitif saja dan sampai saat ini masih terjadi, bahkan yang saya amati penilaian kognitif ini menjadi satu-satunya system penilaian yang dilakukan oleh kebanyakan guru.
            Belum lagi kalau kita membahas kesiapan dari guru dalam hal melaksanakan authentic Assesment, pastilah kemampuan mereka beragam hal ini disebabkan beberapa factor antara lain, LPTK tempat nereka menimba ilmu tidak menyampaikannya, pembinaan guru terkait dengan authentic assessment tidak merata, sarana prasarana tidak tersedia atau pendanaan yang kurang tersedia. Jika permasalahan-permasalahan di atas belum juga teratasi, saya khawatir pelaksanaan kurikulum 2013 akan lewat seperti angin lalu saja, dan akan bernasib sama dengan kurikulum sebelumnya seperti halnya pengalaman penulis pada suatu Kecamatan di atas. 
























































































           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar