Kamis, 21 Februari 2013

anak adalah master peace


ANAK ADALAH MASTER PEICE
Oleh
Drs. Achmad Junaedi M.M.Pd.

                Anak bagi pasangan suami istri adalah buah hati, buah cinta yang agung dan suci, yang di dambakan kehadirannya, yang selalu dijaga dipelihara, dididik, dengan segenap daya upaya, bahkan dengan pengorbanan harta dan  nyawa sekalipun. Tetapi ada juga bagi pasangan suami istri beranggapan anak adalah suatu beban yang memberatkan, ada juga yang beranggapan anak adalah  penghalang sehingga naudzubillah harus dilenyapkan. Padahal bagi sebagian pasangan suami istri yang sulit mendapatkan keturunan, anak adalah suatu yang sangat berharga, yang dirindukan kehadirannya di antara mereka. Bahkan untuk sebuah kehadirannnya ditempuh dengan daya upaya yang tak kenal putus asa, terkadang harus menempuh perjuangan dan perjalanan panjang untuk kehadirannya, disertai dengan dana yang tidak sedikit, bahkan sampai milyaran rupiahpun ditempuh untuk mendambakan kehadirannya. Mantan Sang Ratu Ngebor Inul Daratista sampai merogoh kocek sampai milyaran rupiah untuk mendapatkan  seorang anak. Kita sering melihat betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak-anak, suatu keindahan dan kesenangan yang tiada tara bisa mencurahkan kasih sayang  kepada anak-anak kita, dan rasa sayang itu barangkali tidak akan tertebus atau tergantikan  dengan harta sebanyak apapun, betapa indahnya memiliki anak.
            Suatu hal yang kontradiksi sebagian orang tua ada yang menyia-nyiakan anak dengan berbagai perlakuan yang tidak manusiawi, deretan panjang penderitaan anak yang dianiaya oleh para orang tuanya kerapkali kita dengar sepanjang perjalanan tahun. Penelantaraan terhadap hak hidup anak kerap kita dengar dan terlebih lagi kekerasan terhadap anak-anak yang justru banyak dilakukan oleh orang terdekatnya. Padahal Allah SWT mengamanatkan anak kepada pasangan orang tua adalah suatu keputusan Allah yang luar biasa dalam memberikan nikmatNya bagi pasangan orang tua tersebut. Anak adalah Karya Agung Allah di alam ini, tiada ciptaan lain dari Allah yang lebih indah dan agung selain dari seorang anak . Sehingga layaklah kita menyebut ciptaan Allah ini adalah sebagai MASTER PEICE, Anak, sebagai darah daging kedua orang tua, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan hak-hak tersebut. Jadi bukan hanya anak yang mempunyai kewajiban atas orang tua, tetapi orang tua pun mempunyai kewajiban atas anak .
Alangkah indahnya jika kita selaku para orang tua telah memiliki mindset (pola pikr) bahwa anak adalah Master Peice, maka jika mindset ini telah ada di dalam pemikiran dari setiap orang tua, maka ini adalah mindset yang sempurna bagi awal pendidikan anak-anaknya, orang tua yang menganggap anak-anaknya sebagai Master Peice, akan melakukan hal-hal yang terbaik bagi anak-anaknya, sebagai respon kita kepada Allah yang telah mempercayai kita paraorang tua untuk di titipi Master piece ciptaanNya. Barangkali  dalam hal mendidik anak ada saja orang tua yang sedikit salah dalam menafsirkan antara mendidik anak dan menyayangi anak, bahkan ada suatu kerancuan antara mendidik anak dengan menyayangi anak, contoh kasus kecil saja ketika  ada orang tua membuat keputusan untuk membelikan hand phone baru yang memiliki fitur-fitur tercanggih kepada anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dengan dalih agar sang anak mudah berkomunikasi dengan orang tua  untuk keperluan antar jemput sekolah, dan akkhirnya jadilah si anak berangkat ke sekolah dengan hand phone baru yang mahal bagi anak seukuran sekolah dasar, di sekolah si anak bertemu dengan teman-teman dan segera saja dia mengeluarkan hand phone barunya kepada teman-temannya,  tentu saja respon dari teman-temannya beragam, mulai dari yang terkagum-kagum dengan hand phone tersebut, ada pula temannya yang merespon dia juga akan meminta dibelikan hand phone kepada orang tuanya, adapula yang meresponnya dengan mencibirnya karena iri hati, belum lagi jika ada yang merespon secara negative untuk mencurinya, wal hasil jika di uraikan disini maka respon yang terbanyak adalah respon  negative dari teman-temannya, lebih dikhawatirkan lagi jika nanti akan terjadi ajang pamer hand phone baru.  Melihat sederetan respon negative di atas keputusan orang tua tersebut untuk memberikan hand phone canggih akan bertentangan dengan  proses pendidikan yang harus di alami si anak. Oelh karena itu kita selaku orang tua harus dapat membedakan benang tipis antara kasih sayang dan proses mendidik anak.
Kita selaku orang tua harus menyadari bahwa pendidikan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan pemerintah saja, tetapi sekolah pertama,  utama dan panjang bagi anak adalah dirumah, maka disinilah peran sentral dan strategis bagi pendidikan utama anak. Untuk itu para orang tua harus memiliki kiat dan rencana strategis dalam mempersiapkan pra kondisi dan kondisi bagi pendidikan anak di rumah. Rencana itu adalah bagaimana orang tua menjadikan dirinya sebagai tauladan utama bagi anak-anaknya, serta menciptakan komunikasi yang baik dirumah. Proses awal anak dalam belajar adalah mengamati dan menirukan orang tuanya, maka jika yang di tiru adalah uswah hasanah niscaya akan menjadikan anak berperilaku baik.
Karena anak adalah Master piece maka uswah hasanah sang  orang tua harus di bangun dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang baik harus diawali dengan bahasa dan perilku yang baik pula. Jadi ciptakanlah di rumah kita dengan kalimat-kalimat yang mengambil dari kata-kata positif, kata-kata yang motivatif, inspiratif yang membawa kepada suasana nyaman dirumah kita, jadikanlah kata-kata tersebut sebagai bahasa sehari-hari, jauhkan kata-kata negative, pesimistif, agitatif, konfrottaif dan sebagainya dan sebagainya dari rumah kita, siapa lagi yang harus mengawali kalau bukan dari para orang tua. Karena anak adalah Master piece dari sang Maha Agung maka sangatlah adil jika kita para orang tua yang mendapat amanat anak  dari Allah memperlakukannya  dengan segala sesuatu yang terbaik dari semua yang kita miliki.
Sering terjadi jika kita memarahi anak karena perbuatan negatifnya dengan kata kata-kata negative, pesimistif, agitatif, konfrotatif, sering terlontar dari mulut kita kata-kata JANGAN, DASAR PEMALAS, KAMU MEMANG BODOH, DASAR GAK PERNAH MENDENGARKAN  dsb,  untuk itu marilah  kita para orang tua merubah mindset berkomunikasi dengan anak-anak kita. Setiap kata-kata atau kalimat yang kita ucapkan sebenarnya selalu mempunyai sebuah makna yang mendalam bagi yang mendengarkannya, maka jika kita selaku orang tua selalu menggunakan kata-kata positif, yang indah didengar yang enak untuk diucapkan pada hakekatnya kita menyampaikan pesan yang positif, pesan positif itu akan mendapat reaksi yang positif juga, reaksi positif itu pasti akan berdampak positif juga bagi kita dan orang-orang disekitar kita, alangkah indahnya jika kita  selalu menebarkan sesuatu yang positif. Langkah awal barangkali kita memulai dari merubah kata-kata negative yang selama ini terlanjur kita ucapkan tiada kata terlambat untuk merubahnya menjadi kata-kata positif.
Misalnya merubah kata katayang tidak tepat  berikut menjadi yang lebih baik :
Kata/kalimat yang tidak tepat
Kata/kalimat yang tepat
Kamu malas sekali !
Lebih giat berlatih ya! Kamu belum maksimal dalam belajar
Kamu Bodoh
Tingkatkan lagi belajarnya, Anda hanya butuh belajar yang lebih giat lagi, dan nanti akan lebih hebat lagi
Kamu Nakal
Nakal itu dibenci orang lho !
Kamu berantakan
Nak, segala sesuatu yang indah lebih disukai orang lho !






Tidak ada komentar:

Posting Komentar