ANAK ADALAH MASTER PEICE
Oleh
Drs. Achmad Junaedi M.M.Pd.
Anak
bagi pasangan suami istri adalah buah hati, buah cinta yang agung dan suci,
yang di dambakan kehadirannya, yang selalu dijaga dipelihara, dididik, dengan
segenap daya upaya, bahkan dengan pengorbanan harta dan nyawa sekalipun. Tetapi ada juga bagi
pasangan suami istri beranggapan anak adalah suatu beban yang memberatkan, ada
juga yang beranggapan anak adalah penghalang
sehingga naudzubillah harus dilenyapkan. Padahal bagi sebagian pasangan suami
istri yang sulit mendapatkan keturunan, anak adalah suatu yang sangat berharga,
yang dirindukan kehadirannya di antara mereka. Bahkan untuk sebuah kehadirannnya
ditempuh dengan daya upaya yang tak kenal putus asa, terkadang harus menempuh
perjuangan dan perjalanan panjang untuk kehadirannya, disertai dengan dana yang
tidak sedikit, bahkan sampai milyaran rupiahpun ditempuh untuk mendambakan kehadirannya.
Mantan Sang Ratu Ngebor Inul Daratista sampai merogoh kocek sampai milyaran
rupiah untuk mendapatkan seorang anak. Kita
sering melihat betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak-anak, suatu
keindahan dan kesenangan yang tiada tara bisa mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak kita, dan rasa sayang itu
barangkali tidak akan tertebus atau tergantikan
dengan harta sebanyak apapun, betapa indahnya memiliki anak.
Suatu hal yang kontradiksi sebagian
orang tua ada yang menyia-nyiakan anak dengan berbagai perlakuan yang tidak
manusiawi, deretan panjang penderitaan anak yang dianiaya oleh para orang tuanya
kerapkali kita dengar sepanjang perjalanan tahun. Penelantaraan terhadap hak
hidup anak kerap kita dengar dan terlebih lagi kekerasan terhadap anak-anak
yang justru banyak dilakukan oleh orang terdekatnya. Padahal Allah SWT
mengamanatkan anak kepada pasangan orang tua adalah suatu keputusan Allah yang
luar biasa dalam memberikan nikmatNya bagi pasangan orang tua tersebut. Anak
adalah Karya Agung Allah di alam ini, tiada ciptaan lain dari Allah yang lebih
indah dan agung selain dari seorang anak . Sehingga layaklah kita menyebut
ciptaan Allah ini adalah sebagai MASTER PEICE, Anak, sebagai darah daging kedua
orang tua, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibunya. Anak mempunyai
hak-hak yang merupakan kewajiban orang tuanya, terutama ibunya, untuk menunaikan
hak-hak tersebut. Jadi bukan hanya anak yang mempunyai kewajiban atas orang
tua, tetapi orang tua pun mempunyai kewajiban atas anak .
Alangkah indahnya jika kita selaku para
orang tua telah memiliki mindset (pola pikr) bahwa anak adalah Master Peice,
maka jika mindset ini telah ada di dalam pemikiran dari setiap orang tua, maka
ini adalah mindset yang sempurna bagi awal pendidikan anak-anaknya, orang tua
yang menganggap anak-anaknya sebagai Master Peice, akan melakukan hal-hal yang
terbaik bagi anak-anaknya, sebagai respon kita kepada Allah yang telah
mempercayai kita paraorang tua untuk di titipi Master piece ciptaanNya.
Barangkali dalam hal mendidik anak ada
saja orang tua yang sedikit salah dalam menafsirkan antara mendidik anak dan
menyayangi anak, bahkan ada suatu kerancuan antara mendidik anak dengan
menyayangi anak, contoh kasus kecil saja ketika ada orang tua membuat keputusan untuk membelikan
hand phone baru yang memiliki fitur-fitur tercanggih kepada anaknya yang masih
duduk di bangku sekolah dasar dengan dalih agar sang anak mudah berkomunikasi
dengan orang tua untuk keperluan antar
jemput sekolah, dan akkhirnya jadilah si anak berangkat ke sekolah dengan hand
phone baru yang mahal bagi anak seukuran sekolah dasar, di sekolah si anak bertemu
dengan teman-teman dan segera saja dia mengeluarkan hand phone barunya kepada
teman-temannya, tentu saja respon dari
teman-temannya beragam, mulai dari yang terkagum-kagum dengan hand phone
tersebut, ada pula temannya yang merespon dia juga akan meminta dibelikan hand
phone kepada orang tuanya, adapula yang meresponnya dengan mencibirnya karena
iri hati, belum lagi jika ada yang merespon secara negative untuk mencurinya,
wal hasil jika di uraikan disini maka respon yang terbanyak adalah respon negative dari teman-temannya, lebih
dikhawatirkan lagi jika nanti akan terjadi ajang pamer hand phone baru. Melihat sederetan respon negative di atas
keputusan orang tua tersebut untuk memberikan hand phone canggih akan
bertentangan dengan proses pendidikan
yang harus di alami si anak. Oelh karena itu kita selaku orang tua harus dapat
membedakan benang tipis antara kasih sayang dan proses mendidik anak.
Kita selaku orang tua harus menyadari
bahwa pendidikan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan pemerintah
saja, tetapi sekolah pertama, utama dan
panjang bagi anak adalah dirumah, maka disinilah peran sentral dan strategis
bagi pendidikan utama anak. Untuk itu para orang tua harus memiliki kiat dan
rencana strategis dalam mempersiapkan pra kondisi dan kondisi bagi pendidikan
anak di rumah. Rencana itu adalah bagaimana orang tua menjadikan dirinya
sebagai tauladan utama bagi anak-anaknya, serta menciptakan komunikasi yang
baik dirumah. Proses awal anak dalam belajar adalah mengamati dan menirukan orang
tuanya, maka jika yang di tiru adalah uswah hasanah niscaya akan menjadikan
anak berperilaku baik.
Karena anak adalah Master piece maka uswah
hasanah sang orang tua harus di bangun
dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang baik harus diawali dengan bahasa dan
perilku yang baik pula. Jadi ciptakanlah di rumah kita dengan kalimat-kalimat
yang mengambil dari kata-kata positif, kata-kata yang motivatif, inspiratif
yang membawa kepada suasana nyaman dirumah kita, jadikanlah kata-kata tersebut
sebagai bahasa sehari-hari, jauhkan kata-kata negative, pesimistif, agitatif,
konfrottaif dan sebagainya dan sebagainya dari rumah kita, siapa lagi yang
harus mengawali kalau bukan dari para orang tua. Karena anak adalah Master
piece dari sang Maha Agung maka sangatlah adil jika kita para orang tua yang
mendapat amanat anak dari Allah
memperlakukannya dengan segala sesuatu
yang terbaik dari semua yang kita miliki.
Sering terjadi jika kita memarahi anak
karena perbuatan negatifnya dengan kata kata-kata negative, pesimistif,
agitatif, konfrotatif, sering terlontar dari mulut kita kata-kata JANGAN, DASAR
PEMALAS, KAMU MEMANG BODOH, DASAR GAK PERNAH MENDENGARKAN dsb, untuk itu marilah kita para orang tua merubah mindset
berkomunikasi dengan anak-anak kita. Setiap kata-kata atau kalimat yang kita
ucapkan sebenarnya selalu mempunyai sebuah makna yang mendalam bagi yang
mendengarkannya, maka jika kita selaku orang tua selalu menggunakan kata-kata
positif, yang indah didengar yang enak untuk diucapkan pada hakekatnya kita menyampaikan
pesan yang positif, pesan positif itu akan mendapat reaksi yang positif juga,
reaksi positif itu pasti akan berdampak positif juga bagi kita dan orang-orang
disekitar kita, alangkah indahnya jika kita
selalu menebarkan sesuatu yang positif. Langkah awal barangkali kita
memulai dari merubah kata-kata negative yang selama ini terlanjur kita ucapkan
tiada kata terlambat untuk merubahnya menjadi kata-kata positif.
Misalnya merubah kata katayang tidak
tepat berikut menjadi yang lebih baik :
Kata/kalimat
yang tidak tepat
|
Kata/kalimat
yang tepat
|
Kamu malas sekali !
|
Lebih giat berlatih ya! Kamu belum maksimal dalam
belajar
|
Kamu Bodoh
|
Tingkatkan lagi belajarnya, Anda hanya butuh
belajar yang lebih giat lagi, dan nanti akan lebih hebat lagi
|
Kamu Nakal
|
Nakal itu dibenci orang lho !
|
Kamu berantakan
|
Nak, segala sesuatu yang indah lebih disukai orang
lho !
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar